Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Monopoli soal Besi Bekas di Freeport Dipertanyakan

Kompas.com - 21/02/2011, 09:54 WIB

TIMIKA, KOMPAS.com — Ketua Asosiasi Pengelolaan Limbah B3 Indonesia (APLI) Cabang Papua, Andreas Anggaibak, mengingatkan PT Freeport Indonesia dan pihak-pihak terkait lainnya agar tidak memonopoli pengelolaan besi bekas dari perusahaan itu.

Berbicara di Timika, Senin (21/2/2011), Anggaibak mengatakan, selama tiga hingga empat tahun terakhir pengelolaan besi bekas Freeport diserahkan kepada masyarakat suku Kamoro yang selanjutnya dipercayakan kepada CV Putra Otomona milik Georgorius Okoware.

Namun menurut Anggaibak, mekanisme seperti itu hanya menimbulkan kecemburuan sosial, karena masyarakat suku Kamoro yang lainnya tidak menikmati uang hasil penjualan besi bekas tersebut. "Kami minta ini dihentikan. Freeport kasih ke dia (CV Putra Otomona) dasarnya apa. Apalagi dia sudah ambil sangat banyak, lebih dari 20.000  ton," kata Anggaibak.

Ia meminta pengelolaan besi bekas Freeport harus adil dan merata bagi semua pihak terutama masyarakat suku Amungme dan Kamoro yang merupakan pemilik ulayat atas areal konsesi perusahaan tambang emas, tembaga, dan perak asal Amerika Serikat itu.

"Kami juga punya hak untuk mengelola besi bekas Freeport itu. Harus ada pemerataan supaya tidak terjadi kecemburuan sosial di tengah masyarakat," ujar mantan Ketua DPRD Mimika periode 1999-2004 itu.

Anggaibak mengatakan, masyarakat suku Amungme melalui Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) dan beberapa tokoh masyarakat Amungme pernah mengelola besi bekas Freeport sebanyak 15.000 ton beberapa tahun lalu.

"Sayalah yang pertama kali memperjuangkan barang ini supaya ada manfaat bagi masyarakat asli Mimika. Tapi sekarang justru dimonopoli oleh satu orang bahkan gara-gara ini terjadi perkelahian. Ini sangat memalukan," ujar Anggaibak dengan nada kecewa.

Ia menunjukkan adanya monopoli pengelolaan besi bekas Freeport tidak lepas dari adanya intervensi salah satu petinggi di Freeport. "Saya tahu ada oknum pejabat Freeport yang berada di belakang CV Putra Otomona," tutur Anggaibak sembari menolak merinci identitas petinggi Freeport dimaksud.

Masalah pengelolaan besi bekas Freeport juga pernah dipersoalkan oleh Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko), Laurents Paterpauw, beberapa waktu lalu. "Kami sampaikan kepada seluruh masyarakat Kamoro bahwa Lemasko tidak pernah menerima uang dari PT Freeport untuk pengelolaan besi bekas," kata Paterpauw beberapa waktu lalu di Timika.

Ia mengatakan, pengelolaan besi bekas Freeport selama tiga tahun terakhir ditangani CV Putra Otomona dan hingga kini belum ada satu sen pun dari kegiatan itu yang disetor ke kas Lemasko.

Selama kurun waktu tiga tahun itu, katanya, CV Putra Otomona akan mengelola 15.000 ton besi bekas, di mana hingga September 2010 telah dikapalkan sebanyak 8.001 ton besi bekas ke Jakarta.

Besi bekas tambang Freeport selama ini menjadi rebutan banyak pihak di Timika, bahkan melibatkan para pejabat teras di Jakarta karena harganya yang cukup menggiurkan dari kisaran Rp 1.200 per kilogram.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau